Senin, 25 Februari 2019

CINTA dan KOMITMEN



Bagi Tuhan, sebuah hubungan adalah inti yang harus dipertahankan untuk masa depan.
Komitmen adalah keberanian seseorang untuk dengan sadar mengikatkan diri dengan janji untuk mengerjakan sesuatu sampai masa depan.
Tak ada batasan waktu untuk sebuah komitmen. Batasan komitmen yang sesungguhnya adalah masa depan.
Ketika kita berbicara mengenai komitmen, berarti kita sedang membicarakan masa depan (selamanya, tanpa batasan periode tertentu).

Saya pernah membaca sebuah artikel yang menuliskan, “People changes, feeling changes, circumtance changes, but commitment to love someone forever is not a realistic commitment (manusia berpikir bahwa ia telah berubah, perasaannya berubah, keadaan pun berubah, maka adalah sesuatu yang wajar jika komitmen cinta tidak dipertahankan lagi). Cerai atau putus saja. Dan prinsip ini banyak dhidupi banyak orang. Inilah yang Tuhan tidak harapkan, Tuhan mempertahankan komitmen-Nya untuk terus mengasihi kita hingga beribu-ribu keturunan, tanpa terpengaruh perubahan dunia.

Prinsip komitmen, cinta adalah perubahan boleh terjadi, namun kasih dan komitmen harus tetap dipertahankan. Komitmen itu memang mudah untuk diucapkannya, namun tidak mudah dilakukan, untuk itu Tuhan memberikan prinsip-prinsip bagaimana kita untuk berkomitmen.

Dua Prinsip sudah saya sampaikan dalam video di atas, berbicara tentang CINTA dan KOMITMEN sebenarnya ada empat prinsip kebenaran Firman Tuhan yang mengajar kita dengan jelas untuk tetap memegang komitmen, sekalipun sesama, perasaan dan keadaan telah berubah, diantaranya:

1. Cinta tidak boleh didasari perasaan, Cinta harus didasari komitmen oleh prinsip-prinsip kebenaran Firman Tuhan.

Suami istri berkomitmen mencintai satu sama lain, orang tua dan anak berkomitmen mencintai satu sama lain.

2. Ekspresi cinta diwujudkan dalam bentuk kehadiran satu sama lain.
Dalam 1 Korintus 16:23a, “Kasih karunia Tuhan Yesus menyertai kamu.”
Kehadiran adalah obat bagi seluruh penyakit cinta, sehingga kehadiran jangan dianggap sepeleh, karena seseorang bisa masuk ke zona loneliness. Loneliness adalah seseorang yang kesepian, tetap merasa sepi meskipun ia berada ditengah keramaian). so, selalu sertai pasangan kita, cari tau segala yang ia rasa dan pikirkan. Ikut sertalah dalam lembah perjuangan, maka komitmen kita akan terjaga.

3. Cinta digambarkan dengan makna menyertai, hadir menemani, ikut ambil bagian seorang akan yang lain dengan menyelami pola pikir orang tersebut (empati). Tuhan mengasihi kita. Dia disebut Allah Immanuel. Tuhan ingin kita meyakini bahwa Dia senantiasa menyertai kita bagaimanapun keadaan kita. Kehadiran seseorang berperan penting dalam mempertahankan kasih, cinta dari sekarang hingga kekekalan kelak.

Kehadiran mengarah pada keberadaan secara fisik. Tuhan tidak sekedar hadir, tapi Dia menyertai dan menemani (ikut ambil bagian dalam keberadaan kita).

Penyertaan, bukan sekedar secara fisik, tapi penyertaan dalam proses, yang akan memberi kekuatan, sehingga orang tersebut dapat menang dan keluar dari permasalahannya.
Roma 12:15 berkata, “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!” 

Titik masalah dari penyakit cinta adalah hal yang penting bagi kita menjadi hal yang tidak penting bagi orang lain, sehingga kita merasa tidak diperhatikan.

Misskom atau miss komunikasi menyebabkan kita merasa tidak memiliki seseorang yang ‘seperasaan’ dengan kita. Mari, belajarlah untuk masuk ke dunia orang yang kita cintai. Seandainya tidak ada orang yang hadir menyertai kita, namun kasih karunia Tuhan senantiasa menyertai kita, Tuhan tau cara berpikir kita, realita-realita dan pergumulan yang kita hadapi, dan Dia menemani kita).

(Kejadian 22:1-4) Komitmen cinta kita pada Tuhan, membuat kita memutuskan untuk konsisten dan rela repot untuk mencintai dalam membangun hubungan, hingga mencapai kekekalan (Yohanes 14:21).
Abraham menunjukkan komitmen cintanya pada Tuhan, ia mendengar dan melakukan segala yang Tuhan mau. Jika kita sudah berkomitmen untuk membangun cinta, maka miliki kerelaan untuk mau repot, karena tidak ada hubungan yang membuat kita tidak repot. Hadapilah kesulitan yang ada sebagai wujud konsistensi untuk mempertahankan komitmen.

3. Cinta harus diukur dengan prinsip kebenaran. Kita tidak boleh membiarkan perubahan perasaan membunuh konsistensi komitmen cinta kita dalam sebuah hubungan.

Asumsi adalah rayap bagi sebuah hubungan. Asumsi merupakan prasangka berdasarkan perkiraan yang tidak mengandung angka absolut didalamnya, kira-kira. Asumsi bersifat mencelakakan (sesuatu yg negatif). Jika kita ingin mempertahankan hubungan sampai akhir, kita harus memerangi segala asumsi. Prinsip, nilai, dan asumsi mengendalikan kehidupan.

Semua orang yang membangun kehidupannya berdasarkan asumsi saja, ia sedang mencelakakan dirinya sendiri. Lebih baik bagi kita membangun hubungan baik melalui komunikasi yang jelas dengan pasangan kita daripada kita hidup dengan perasaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Asumsi menyebabkan seseorang kecewa, marah, dan meninggalkan Tuhan. Asumsi itu menjadi rayap yang mencelakakan jika tidak segera diputuskan. Orang yang terbiasa bermain asumsi kepada Tuhan menjadi akar untuk berasumsi pada orang lain. Cabutlah akarnya, maka kita juga akan berhenti menilai orang lain dengan asumsi.

4. Nilailah sesorang berdasarkan prinsip kebenaran Firman Tuhan.

Ada dua asumsi besar manusia kepada Tuhan, diantaranya:
(Mazmur 37:1-4, 8-9)

1. Mengapa Tuhan tidak adil? Orang yang tidak berpegang pada nilai kebenaran terlihat lebih mudah untuk meraih keberhasilan. Jangan kita marah kepada orang jahat, jangan kita iri hati kepada orang curang. Lihatlah akhir kehidupan mereka. Orang benar pada waktu-Nya akan mewarisi negeri dan Tuhan tau dan telah mengatur waktu-Nya.
2. Mencurigai bahwa Tuhan itu tidak nyata, Tuhan meninggalkan saya, kenapa saya begini dan begitu.

Senin, 28 Januari 2019

Apakah boleh Bercerai karena Zinah?

Pernikahan dan Perceraian
Matius 19:1-12

Terkait dengan hal yang sedang viral sekarang yaitu tentang Ahok atau BPT yang telah bercerai dan akan menikah lagi?
Sebelum menjawab apakah orang yang meceraikan istrinya karena zinah, boleh bercerai? Kita perlu bahas terlebih dahulu, apa yang Alkitab katakan tentang Pernikahan dan perceraian?

Ketika Yesus tiba di sebrang sungai Yordan, oang Farisi kembali menguji Yesus dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. (ayat 3).
Mengapa muncul pertanyaan itu terlepas dari tujuan mereka mencobai Yesus, sebenarnya pertanyaan itu muncul karena di dalam tradisi Yahudi, ada golongan pengikut Rabi Hillel dan Rabi Shammai. Perkataan-perkataan Hillel begitu berpengaruh tetapi dirasa kurang tegas bagi Shammai dan pengikutnya. Shammai adalah penerus Hillel dengan jiwa menyebarkan paham fundamentalisme Yahudi yang lebih ekstrem. Pengikut Hillel dan pengikut Shammai terus berdebat tentang banyak hal penting di dalam hukum orang Yahudi. Salah satu pokok perdebatan mereka adalah alasan perceraian. Di dalam menafsirkan Ulangan 24:1, pengikut Hillel percaya bahwa seorang pria boleh menceraikan istrinya dengan alasan apa pun. Mereka sangat longgar di dalam mengizinkan perceraian. Mereka menganggap bahwa pengertian “tidak senonoh” yang dikatakan dalam Ulangan 24:1 itu bisa berarti apa saja. Membakar roti kurang matang, atau terlalu matang pun dapat dijadikan alasan untuk perceraian! Kemungkinan besar mereka mendasarkan alasan perceraian kepada hal-hal yang umumnya terjadi di antara bangsa-bangsa dengan pengaruh Helenis, yaitu pengaruh budaya Yunani. Tetapi jika dia ingin menceraikan seseorang, harus ada surat cerai untuk membatalkan pernikahan yang telah terjadi, dan dia harus mengembalikan perempuan itu, beserta dengan harta keluarganya yang dipercayakan kepadanya sebagai warisan, kembali kepada ayahnya. Selain suami berhak menceraikan istri dengan berbagai alasan, istri pun boleh meninggalkan suaminya jika didapati bahwa suaminya bertindak tidak pantas di dalam pernikahan. Budaya ini merupakan budaya monogami tetapi dengan ikatan pernikahan yang sangat longgar. Kebiasaan budaya Yunani yang longgar dalam ikatan pernikahan ini membuat golongan Shammai bereaksi dengan memberikan peraturan yang lebih ketat.

Golongan Shammai berpendapat bahwa pernikahan adalah perjanjian yang sangat penting dan karena itu tidak seharusnya boleh dibatalkan dengan sembarangan. Suami hanya boleh menceraikan istrinya jikalau istrinya tidak setia kepada dia. Hanya alasan inilah yang diperbolehkan untuk terjadinya perceraian. Maka orang Farisi pun bertanya kepada Yesus, golongan manakah yang Yesus setujui? Ternyata di dalam ayat 4 Yesus tidak mau menyamakan diri-Nya dengan salah satu golongan ahli Taurat yang ada. Dia memiliki jawabannya sendiri tentang pernikahan. Jika golongan Hillel dan Shammai berdebat tentang Ulangan 24:1, maka Yesus mengambil ayat dari Kejadian 2:22-24. Menurut tradisi Yahudi, segala konsep yang ideal harus kembali kepada Kejadian 1 dan 2. Inilah konsep ideal sebelum manusia memberontak kepada Tuhan. Maka sebenarnya pernikahan pun harus kembali kepada Kejadian 1 dan 2. Berarti setiap perdebatan tentang perceraian dari para ahli Taurat gagal melihat Kejadian 1 dan 2. Mereka telah dikurung oleh tradisi perdebatan yang begitu lama sehingga mereka gagal melihat kesalahan mendasar dari dua golongan itu.
Pertanyaan, “apakah syarat-syarat seorang boleh menceraikan istrinya?” dibalas Yesus dengan pertanyaan, “apakah perceraian itu boleh?” Tuhan tidak menginginkan perceraian. Pernikahan adalah lembaga yang sangat penting yang Tuhan sendiri dirikan di dalam Kejadian 2. Tuhan memberkati mereka, laki-laki dan perempuan, dan mereka menjadi satu. Poligami tidak ada di dalam rencana Tuhan bagi manusia. Kawin-cerai juga tidak ada di dalam rencana Tuhan bagi manusia. Itulah sebabnya pernikahan harus dinilai berdasarkan standar Allah sebelum manusia jatuh ke dalam dosa.

Kejadian 2:24, menjadi dasar pernikahan bagi siapa pun di sepanjang sejarah. Mereka tidak lagi dua, melainkan satu. Inilah ayat yang menjadi dasar, bukan Ulangan 24:1. Ulangan 24:1 adalah peraturan untuk mengekang kekacauan akibat kejahatan dan kecemaran hidup manusia, bukan peraturan untuk sesuatu yang mendasar dan ideal. Tuhan tidak menginginkan perceraian. Tuhan membenci ketidaksetiaan. Tuhan tidak ingin pernikahan dilakukan tanpa adanya komitmen sehidup semati. Tuhan tidak ingin perjanjian dibatalkan dengan sembarangan. Hidup manusia harus dilatih di dalam kesetiaan kepada perjanjian. Itulah sebabnya Ulangan 24:1 tidak pernah bisa menjadi dasar pernikahan. Kejadian 2:24 adalah fondasi yang sejati. Orang Farisi dan ahli Taurat mengambil teks dari Kitab Suci dan memakainya sebagai bukti posisi mereka, tetapi bukti itu akhirnya bentur dengan bagian lain dari Kitab Suci. Yesus Kristus sebaliknya. Dia tidak mengutip ayat untuk mendukung posisinya. Dia membacakan ayat itu sesuai dengan maksud Allah di dalam Kitab Suci, sehingga dilihat dari seluruh Kitab Suci sekalipun, jawaban Yesus ini tidak bercacat. Satu suami untuk satu istri, dan satu istri untuk satu suami. Inilah kehendak Tuhan! Tuhan menginginkan dua orang yang menjadi pasangan suami istri untuk tidak pernah mempertimbangkan perceraian. Hanya kematian yang dapat memisahkan.

Pernikahan menjadi begitu penting karena dua hal. Yang pertama adalah pernikahan menjadi lambang perjanjian antara Allah dengan umat-Nya (Hos. 2:15-20). Ini adalah perjanjian yang sangat sakral dan penting. Begitu pentingnya perjanjian ini sehingga Allah mengikat diri-Nya dengan sumpah untuk menepati apa yang telah Dia janjikan (Kej. 22:16-18, Ibr. 6:13-18). Allah tidak akan memalingkan wajah-Nya dari perjanjian-Nya. Dia tidak akan berlaku tidak setia. Dia tidak akan meninggalkan dan membuang manusia. Dia tidak akan memberikan hati-Nya kepada yang lain. Itulah sebabnya pernikahan pun menuntut kesetiaan yang total dan sepenuh hati. Tidak ada yang boleh mempermainkan pernikahan. Setia, baik dari perkataan, tingkah laku, dan hati. Sebab sama seperti Tuhan sangat membenci pemberontakan umat-Nya yang mengabaikan perjanjian-Nya, demikian juga Dia membenci orang yang tidak setia terhadap pernikahan (Ibr. 13:4). Jangan alihkan hatimu kepada yang lain! Jangan alihkan perhatianmu kepada yang lain! Belajar setia terhadap pernikahan atau Tuhan yang akan menghajarmu dengan keras!

Hal kedua yang menjadikan pernikahan begitu penting adalah karena Tuhan memakai pernikahan untuk membuat gambar dan rupa Allah di bumi ini makin banyak dan memenuhi bumi. Tuhan mengatur sehingga manusia-manusia yang Dia ciptakan terjadi melalui relasi seksual dua orang manusia di dalam pernikahan. Relasi seksual begitu dalam dan intim karena melaluinya hidup seorang manusia yang baru diciptakan dan dilahirkan ke dalam dunia ini. Tidak ada relasi yang dibebankan tanggung jawab sedalam relasi seksual. Tidak ada relasi yang begitu penting sehingga seorang anak dilahirkan ke dalam dunia melaluinya. Apa yang terjadi jika pernikahan diabaikan dan tidak dihormati? Yang terjadi adalah perjanjian Allah dihina dan direndahkan. Selain itu seorang anak akan dilahirkan ke dalam dunia dengan orang tua yang saling tidak setia, saling menyakiti, saling menipu satu sama lain. Keberdosaan orang tua yang tidak setia kepada pernikahan, inilah yang menjadi pelajaran hidup yang didapatkan sang anak pertama kali. Maukah kita membiarkan hidup pernikahan kita menjadi rusak dan cemar seperti ini?

Tuhan Yesus lebih suka membahas tujuan Allah di dalam Kejadian 2 untuk membahas pernikahan ketimbang hal-hal apa yang menyebabkan orang boleh bercerai di dalam Ulangan 24. Daripada membahas apakah perceraian diperbolehkan atau tidak, Yesus ingin kita melihat apa tujuan manusia menikah. Bagaimana dengan pernikahan kita? Apakah mencerminkan keindahan perjanjian Allah dengan umat-Nya? Apakah masing-masing pihak belajar setia kepada perjanjian sama seperti Allah setia? Apakah pernikahan kita mencerminkan relasi yang pantas untuk membesarkan seorang anak? Apakah anak kita dapat melihat ayah dan ibunya dan bertumbuh di dalam kesetiaan dan takut akan Tuhan karena teladan yang kita berikan?

Singkatnya;
Dari penjelasan di atas tentang apakah boleh bercerai, saya simpulkan bahwa TIDAK BOLEH.
Apakah seseorang boleh menceraikan istrinya dengan alasan zinah, tidak boleh karena Allah tidak menginginan perceraian atau ketidaksetiaan.
Kenapa Yesus membaca  mengutip ayat Ul. 24:1 yang dibacakam Yesus dalam Matius 19:8-9, Sekali lagi Yesus bukan menyetuji perceraian boleh atau tidak, tapi membacakan alasan golongan Hillel dan golongan Shammai bahwa tidak masalah asal dengan alasan itu zinah, dan Yesus ingatkan kenapa Musa memberikan surat cerai? Karena ketegaran hati manusia, tapi bukan berarti boleh. Yesus sebenarnya mau bilang, pada dasar atau prinsipnya tidak boleh bercerai.

Bagaimana dengan BTP, bolehkah kawin lagi, secara hukum duniawi boleh, karena sudah cerai. Secara Alkitab, apakah boleh atau tidak, bahwa sesuai maksud dr pernyataan Yesus, bahwa dalam hal ini seseorang telah bercerai telah gagal dalam rumah tangga. Dan Alkitab mau bilang pada dasarnya tidak boleh, itu salah. Yesus sudah bilang, kenapa bisa cerai dan kawin lagi itu karena ketegaran hati manusia, dan semuanya pasti ada harga yang harus dibayar. Yesus mau bilang, semua kegagalan itu karena tidak lagi kembali pada tujuan awal pernikahan seperti yang Tuhan inginkan, yaitu menjadi satu daging dan tidak boleh diceraikan. Alkitab pu. Bilang, Musa menuliskan surat cerai karena ketegaran hati manusia dan Musa tidak sedang menggeser prinsip awal pernikahan yang Tuhan kehendaki, sehingga kita jangan habiskan waktu untuk dalam berdebat boleh atau tidak. Tetapi kembali melihat apa dasar pernikahan dan apa tujuannya. Semua kegagalan yang ada itu terjadi karena kita tidak lagi hidup pada prinsip yang Tuhan telah tetapkan. Thanks and God bless

Minggu, 06 Januari 2019

THE WHOLE OF TRUTH

Ridho Daily Faith,

Berapa banyak dari kita yang mengerti istilah-istilah berikut: secular humanism, scientism, pluralism, moral relativism, hedonism, pantheism, dan atheism? Adalah baik jika kita mengerti semua istilah -isme tersebut, tetapi saya yakin mayoritas tidak memahami penuh semua istilah-istilah keren itu. Meskipun kebanyakan orang tidak mengerti, saya juga yakin bahwa kehidupan kita, terutama kaum muda zaman sekarang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai tersebut. Bagaimana tidak, karena ini adalah nilai-nilai yang selalu dibawa dalam media sosial yang kita nikmati hari ini. Misalnya, banyak iklan-iklan yang kita lihat, maupun film yang kita tonton, selalu mengatakan, “ikuti kata hatimu”, atau “yang penting enjoy”. Sehingga tidak heran jika anak muda zaman sekarang hanya mau sesuatu asalkan itu menyenangkan hatinya, termasuk dalam kegiatan bergereja: yang penting musiknya enak, khotbahnya menghibur, tetapi isinya seperti apa, tidak terlalu penting. Kita disuruh untuk mengikuti kata hati kita, tetapi Alkitab justru berkata bahwa hati manusia itu begitu licik (Yer. 17:9). Sangat bertolak belakang, bukan?

Namun, mengapa nilai-nilai yang dijunjung oleh zaman sekarang begitu menarik bagi manusia? Salah satu alasan adalah karena ide-ide tersebut mengandung sebagian dari kebenaran, tetapi mereka anggap hal itu sebagai kebenaran yang utuh. Misalnya, hedonisme mengajarkan kita untuk menikmati hal-hal apa saja yang menyenangkan kita. Memang benar manusia diciptakan dengan kemampuan untuk menikmati hidup, tetapi Alkitab mengajarkan bahwa kenikmatan tertinggi yang harus manusia kejar adalah kenikmatan dalam Tuhan (What is the chief end of man? The chief end of man is to glorify God and enjoy Him forever). Dalam hal ini hedonisme memberhalakan kenikmatan di luar Tuhan. Contoh lain adalah pluralisme yang mengajarkan kita agar kita bersifat toleran dan berlaku inklusif terhadap sesama, meskipun mereka mempunyai keyakinan yang berbeda (ironisnya ada kaum pluralis sendiri yang sangat tidak toleran dan inklusif terhadap nilai-nilai Kekristenan). Namun sering kali kebablasan, sampai-sampai semua tindakan keberdosaan pun juga harus ditoleransi dan diterima supaya ada kesatuan dan tidak ada perpecahan. Menerima perbedaan itu baik karena Alkitab juga mengajarkan konsep unity in diversity, tetapi kesatuan yang sejati hanya terdapat di dalam Yesus Kristus. Pluralisme kebablasan karena ia memberhalakan perbedaan demi kesatuan yang palsu.

Lalu, bagaimana kita sebagai orang Kristen merespons tantangan tersebut? Orang-orang melihat nilai-nilai tersebut sebagai realitas kebenaran yang utuh, padahal bukan. Oleh sebab itu, kita harus bisa menunjukkan kepada mereka seperti apa kebenaran yang utuh itu. Namun, bagaimana kita bisa menunjukkannya? Minimal ada 3 hal yang bisa kita lakukan sebagai pemuda Kristen: mengkritik nilai-nilai tersebut secara intelektual, berjalan bersama mereka, dan mendemonstrasikan nilai-nilai Kekristenan yang utuh melalui kehidupan kita sehari-hari. Secara singkat, yang pertama adalah kita harus bisa memberikan penilaian yang Alkitabiah: mengapa nilai-nilai yang ditawarkan oleh dunia itu salah dan Kekristenan adalah yang benar. Namun, respons intelektual sendiri tidak selalu cukup karena kita perlu berempati juga untuk mengerti kesulitan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, dengan berjalan bersama mereka kita berdoa agar mereka tahu bahwa kita ada di tengah-tengah mereka dan sungguh-sungguh mengasihi mereka. Ketiga, keseluruhan hidup ini, bahkan sampai hal yang terkecil sekali pun seperti makan dan minum, harus kita jalankan sesuai dengan prinsip firman Tuhan agar mereka dapat melihat dan merasakan keindahan, serta harapan yang ditawarkan oleh Kekristenan.

Mari kita terus meminta kekuatan kepada Tuhan agar kita semakin dilayakkan untuk membawa nama-Nya dalam hidup ini. Kita berdoa agar Gereja Tuhan boleh membawa terang dan harapan bagi dunia yang gelap ini. Semoga kita menjadi kaum pemuda yang bisa memberikan intellectual discourse, loving personal touch, and existential answers untuk dunia ini.

Soli Deo Gloria

Salam,

Ridho Daily Faith